Paradigma HAM dalam Pembatasan Organisasi Masyarakat KeagamaanKontra Pancasila
DOI:
https://doi.org/10.32332/istinbath.v16i2.1701Keywords:
Paradigma HAM, Universalisme, Hak Berorganisasi KeagamaanAbstract
Abstrak
Penelitian ini mengungkap paradigma HAM di balik pembatasan organisasi masyarakat keagamaan yang kontra terhadap Pancasila. Dengan metode penelitian kualitatif, penelitian ini menghasilkan temuan sebagai berikut. Hak berorganisasi memang telah dijamin dalam Pasal 28 UUD 1945. Kegiatan berorganisasi juga berkonsekuensi kepada pelaksanaan hak meyakini kepercayaan (Pasal 28E Ayat (2) UUD 1945) yang artinya sama saja merupakan perwujudan hak berorganisasi keagamaan dalam konteks organisasi tersebut merupakan wadah kegiatan beragama. Akan tetapi, negara juga bisa saja membatasi (baca: membubarkan) organisasi keagamaan yang kegiatannya bertentangan dengan Pancasila sesuai amanat Pasal 28J Ayat (2) UUD 1945. Konstitusionalitas pembatasan HAM atas berorganisasi keagamaan tersebut mendapatkan legitimasi teoritisnya dengan paradigma HAM universalisme relatif.
Abstract
This research reveals the human rights paradigm behind the restrictions on the religious organization that are counter to Pancasila. With qualitative research methods, this study produced the following findings. The right to organize has indeed been guaranteed in Article 28 of the 1945 Constitution. Organizational activities also have consequences for the exercise of the right to believe the faith (Article 28E Paragraph (2) of the 1945 Constitution), which means an embodiment of the right to perform in a religious organization in the context of the organization as a container for religious activities. However, the state can also limit (read: dissolve) religious organizations whose activities are contrary to Pancasila in accordance with the mandate of Article 28J Paragraph (2) of the 1945 Constitution. The constitutionality of human rights restrictions on religious organization is gaining theoretical legitimacy with the human rights paradigm of relative universalism.