MPR Di Persimpangan Jalan: Refleksi Paradigmatik Penguatan Kelembagaan MPR Pasca Amendemen UUD 1945
DOI:
https://doi.org/10.32332/istinbath.v16i2.1705Keywords:
Penguatan MPR, Paradigma KetatanegaraanAbstract
Amendemen UUD 1945 telah menghasilkan perubahan yang sangat fundamental dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Amendemen tersebut telah mereposisi kedaulatan rakyat yang sebelumnya berada di tangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dikembalikan lagi kepada rakyat yang pelaksanaannya tunduk pada konstitusi. Implikasinya, MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara, sebab hubungan antar lembaga negara tidak lagi bersifat vertikal-hirarkis, akan tetapi lebih bersifat horizontal-fungsional dengan prinsip saling mengimbangi dan saling mengawasi antar lembaga negara (checks and balances). Itulah paradigma ketatanegaraan yang diadopsi setelah amendemen UUD 1945. Namun dalam perjalannya sistem yang demikian itu mulai menimbulkan persoalan, sehingga muncul wacana untuk memperkuat kembali kedudukan MPR dalam sistem ketatanegaraan. Dalam upaya mewujudkan kelembagaan MPR yang lebih kuat, sebenarnya MPR memiliki banyak alternatif pilihan jalan yang bisa ditempuh. Akan tetapi, tentu tidak mudah mewujudkan hal tersebut, mengingat amendemen UUD 1945 telah merubah secara fundamental sistem ketatanegaraan Indonesia.